Selasa, 23 Maret 2010

Sekilas tentang Filsafat Yunani Klasik

SOKRATES

Sejarah Sokrates merupakan suatu masalah bagi para ahli sejarah filsafat karena Sokrates sendiri tidak menuliskan apa-apa, jadi, untuk menentukan pemikirannya, kita tidak dapat mempergunakan buah pena Sokrates sendiri. Itulah sebabnya kita harus mencari sumber-sumber lain yang memberi kesaksian tentang kepribadian dan ajaran Sokrates. Sumber-sumber ini didapatkan dari Aristophanes, Xenophon, Plato, dan Aristoteles, walaupun sumber-sumber ini tidak menggambarkan Sokrates dan kearifannya dalam bidang filsafat dengan cara yang sama.
Sokrates lahir pada tahun 470 SM atau sekitarnya, ia dijatuhi hukuman mati pada tahun 399 SM, dan untuk itu kita tahu bahwa Sokrates hidup sekitar 70 tahun lamanya. Konon ayahnya, Sophroniskos, adalah seorang pemahat, tetapi berita itu agaknya tidak memiliki dasar historis. Ibunya, Phainarete, adalah seorang bidan. Ada kesaksian pula bahwa Sokrates adalah murid Arkhaelos, filsuf yang mengganti Anaxagoras di Athena. Ia juga membaca buku Anaxagoras karena tertarik oleh ajarannya mengenai nus. Tetapi ia sangat kecewa tentang isi ajaran itu. Pada usia masih muda ia berbalik dari filsafat alam dan mulai mencari jalannya sendiri.
Karena Sokrates masuk tentara Athena sebagai hopilites, dapat disimpulkan bahwa mula-mula ia tidak berkekurangan, sebab di Athena hanya pemilik-pemilik tanah yang diizinkan dalam pasukan tersebut. Tetapi lama-kelamaan ia menjadi miskin, karena ia hanya mengutamakan keaktifannya sebagai filsuf. Pada usia lebih lanjut, ia menikah dengan Xantippe. Socrates sering dimarahinya karena gaya hidup yang teramat sederhana dan terkesan tidak memperhatikan keluarganya. Sokrates memiliki tiga orang anak laki-laki dari perkawinannya itu dan dua anak masih dalam usia muda saat ia meninggal dunia.
Pada usia 70 tahun ia diajukan ke sidang karena dianggap membahayakan penduduk Athena. Ia dituduh tidak percaya pada Tuhan-Tuhan yang diakui oleh polis dan mengintrodusir praktek-praktek religius baru, ia juga bersalah karena ia mempunyai pengaruh yang kurang baik atau kaum muda. Dan akhirnya Socrates meninggal karena ia dihukum mati dengan meminum secawan racun, demi mempertahankan pendiriannya yang tidak ingin meninggalkan Athena seperti yang dilakukan kaum sofis.
Ajaran-ajaran Socrates sebenarnya merupakan kritik terhadap kaum sofis, dimana mereka mengajarkan kebijakan pada banyak orang baik didalam Athena maupun di luar kota Athena, namun dengan memungut bayaran. Biasanya yang kaum Sofis ajarkan ialah retorika dan kebanyakan dari mereka orangnya bersifat angkuh karena mereka merasa telah menjadi orang yang paling bijaksana dan kaum sofis mengatakan kebenaran berlaku relatif/subjektif.
Sokrates membantah itu semua, ia mengatakan pasti ada kebenaran yang sifatnya obyektif, dan ia lebih memusatkan perhatian pada tingkah laku manusia, bahkan ada seorang yang mengatakan Socrates telah membawa filsafat dari langit turun ke bumi, ini didasarkan atas ajarannya yang menjadikan filsafat memperhatikan manusia bukan alam semesta.
Cara yang dilakukannya adalah dengan metode dialektika yaitu melakukan dialog dengan siapa saja yang ditemuinya dan Sokrates bertanya tentang segala hal yang menyangkut kehidupan manusia bahkan pertanyaannya terkadang mudah namun sulit untuk dijawab oleh beberapa orang, terkadang ia mengungkapkan pertanyaan dengan humor yang terkesan tidak serius.
Sokrates sebenarnya ingin memperkenalkan metodenya ini dengan nama maieutike tekhne atau dapat diartikan sebagai seni kebidanan. Yang dimaksud Socrates disini adalah membidani jiwa, karena ia percaya bahwa setiap orang telah mempunyai pengetahuan semu yang didapat dari ilham yang disampaikan oleh roh atau pertanda ilahi (daimonion semeion), namun biasanya manusia tidak menyadarinya, dan tugasnyalah untuk menyedarkan mereka akan pengetahuan semua itu sehingga yang tadinya pengetahuan bersifat semu itu menjadi pengetahuan yang nyata dan disadari.


PLATO

Plato lahir pada tahun sekitar 428/7 SM dalam suatu keluarga terkemuka di Athena. Ayahnya bernama Ariston dan ibunya bernama Periktione. Sesudah Ariston meninggal, Periktione dinikahi pamannya yang bernama Pyrilampes. Plato banyak terpengaruh oleh kehadiran Pyrilampes ini, seorang politikus yang termasuk kalangan Perikles. Menurut kesaksian Aristoteles, Plato juga dipengaruhi oleh Kratylos, seorang filsuf yang meneruskan ajaran Herakleitos. Kratylos berpendapat bahwa dunia kita berada dalam perubahan terus-menerus, sehingga pengenalan tidak mungkin karena suatu nama pun tidak dapat diberikan kepada benda-benda.
Dari pergaulan dengan para politikus, Plato akhirnya meciptakan sebuah pemikiran bahwa pemimpin suatu negara haruslah seorang filsuf. Hal ini dilontarkan karena kekecewaannnya atas kepemimpinan para politikus yang ada pada saat itu, terutama yang berkaitan dengan kematian gurunya, yaitu Sokrates, yang di persidangan berakhir pada kematian.
Pada perkembangan selanjutnya Plato mendirikan Akademia sebagai pusat penyelidikan ilmiah dan disekolah ini ia berusaha merealisasikan cita-citanya, yaitu menjadikan filsuf-filsuf yang siap menjadi pemimpin negara. Akademia inilah awal dari munculnya universitas-universitas saat ini karena lebih menekankan pada kajian ilmiah yang bukan sekedar retorika. Ia terus mengepalai dan mengajar di akademia ini hingga akhir hayatnya yaitu pada tahun 348/7 SM.
Dalam menghasilkan karya-karya fisafatnya, Plato menggunakan metode dialektika karena ia percaya filsafat akan lebih baik dan teruji jika dilakukan melalui dialektika dan banyak dari karya-karyanya disampaikan secara lisan di akademia-nya. Disatu sisi ia masih mempercayai beberapa mitos yang digunakan olehnya untuk mengemukakan dugaan-dugaan mengenai hal-hal adiduniawi. Dan tentunya ia banyak dipengaruhi oleh gurunya, Sokrates, dalam pemikirannya.

Idea merupakan inti dasar dari seluruh filsafat yang diajarkan oleh Plato. Ia beranggapan bahwa idea merupakan suatu yang objektif, adanya idea terlepas dari subjek yang berpikir. Idea tidak diciptakan oleh pemikiran individu, tetapi sebaliknya pemikiran itu tergantung dari idea-idea. Dalam menerangkan idea ini Plato menerangkan dengan teori dua dunianya, yaitu dunia yang mencakup benda-benda jasmani yang disajikan pancaindera, sifat dari dunia ini tidak tetap terus berubah, dan tidak ada suatu kesempurnaan. Dunia lainnya adalah dunia idea, dan dunia idea ini semua serba tetap, sifatnya abadi dan tentunya serba sempurna.
Plato menganggap bahwa jiwa merupakan pusat atau inti sari kepribadian manusia, dan pandangannya ini dipengaruhi oleh Sokrates, Orfisme, dan mazhab Pythagorean. Salah satu argumen yang penting ialah kesamaan yang terdapat antara jiwa dan idea-idea, dengan itu ia menuruti prinsip-prinsip yang mempunyai peranan besar dalam filsafat. Jiwa memang mengenal idea-idea, maka atas dasar prinsip tadi disimpulkan bahwa jiwa pun mempunyai sifat-sifat yang sama dengan idea-idea, jadi sifatnya abadi dan tidak berubah.
Plato mengatakan bahwa dengan kita mengenal sesuatu benda atau apa yang ada di dunia ini, sebenarnya hanyalah proses pengingatan sebab menurutnya setiap manusia sudah mempunyai pengetahuan yang dibawanya pada waktu ia berada di dunia idea. Ketika manusia masuk ke dalam dunia realitas jasmani, pengetahuan yang sudah ada itu hanya tinggal diingatkan saja. Maka Plato menganggap juga bahwa fungsi seorang guru adalah mengingatkan muridnya tentang pengetahuan yang sebetulnya sudah lama mereka miliki.
Ajaran Plato tentang etika kurang lebih mengaatakan bahwa manusia dalam hidupnya mempunyai tujuan hidup yang baik, dan hidup yang baik ini dapat dicapai dalam polis. Ia tetap memihak pada cita-cita Yunani kuno, yaitu hidup sebagai manusia serentak juga berarti hidup dalam polis, ia menolak bahwa negara hanya berdasarkan nomos/ adat kebiasaan saja dan bukan physis/ kodrat. Plato tidak pernah ragu dalam keyakinannya bahwa manusia menurut kodratnya merupakan mahluk sosial, dengan demikian manusia menurut kodratnya hidup dalam polis atau negara.


ARISTOTELES

Aristoteles dilahirkan di kota Stagira, Macedonia, pada tahun 384 SM. Ayahnya adalah seorang dokter pribadi Amyntas II, raja Makedonia. Pada umur tujuh belas tahun, Aristoteles dikirim ke Athena agar ia dapat belajar di Akademi Plato. Dia menetap di sana selama dua puluh tahun hingga tak lama kemudian Plato meninggal dunia. Dari ayahnya, Aristoteles mungkin memperoleh dorongan minat di bidang biologi dan “pengetahuan praktis”. Di bawah asuhan Plato dia menanamkan minat dalam hal spekulasi filosofis.
Pada tahun 342 SM Aristoteles pulang kembali ke Macedonia, menjadi guru anak raja Philippos yang berumur tiga belas tahun dan kemudian dalam sejarah terkenal dengan nama Alexander Yang Agung. Aristoteles mendidik Alexander muda dalam beberapa tahun. Di tahun 335 SM, sesudah Alexander naik tahta kerajaan, Aristoteles kembali ke Athena dan di situ dibuka sekolahnya sendiri yang dinamakan Lyceum, dinamakan begitu karena tempatnya dekat dengan halaman yang dipersembahkan kepada dewa Apollo Lykeios. Dengan semangat yang besar sekali, para anggota Lyceum memperlajari semua ilmu yang dikenal pada waktu itu. Aristoteles membentuk suatu perpustakaan yang memgumpulkan macam-macam manuskrip dan peta bumi. Menurut kesaksian Strabo, seorang sejarawan Yunani-Romawi, itulah perpustakaan pertama dalam sejarah manusia. Mungkin Aristoteles membuka juga semacam museum yang mengumpulkan semua benda yang menarik perhatian, terutama dalam bidang zoologi dan biologi. Diceritakan juga bahwa Alexander memberi suatu sumbangan besar untuk membentuk koleksi itu dan memerintahkan semua pemburu, penangkap unggas, dan nelayan dalam kerajaannya, supaya mereka melaporkan kepada Aristoteles mengenai semua hasil yang menarik dari sudut ilmiah.
Perkawinan pertama Aristoteles dengan Pythias ini membuahkan seorang anak perempuan. Aristoteles menikah lagi dengan Herpyllis yang melahirkan anak laki-laki bernama Nikomakhos. Suatu kejadian yang sangat menggelisahkan bagi Lyceum adalah kematian Alexander Agung pada tahun 323 SM. Hal ini mengakibatkan suatu gerakan anti-Macedonia dengan maksud melepaskan Athena dari kerjaan Macedonia. Aristoteles dituduh karena kedurhakaan (asebeia). Ia meletakkan pimpinan Lyceum kepada muridnya, Theophrastos, dan melarikan diri ke Khalis, tempat asal ibunya. Menurut tradisi kuno, Aristoteles melarikan diri dengan mengatakan “Ia tidak akan membiarkan Athena berdosa terhadap filsafat untuk kedua kalinya” (dengan alusi kepada nasib Sokrates). Tetapi pada tahun berikutnya ia jatuh sakit dan meninggal di tempat pembuangan itu pada usia 62/63 tahun. Kita masih memiliki teks wasiat Aristoteles yang disimpat oleh Diogenes Laertios.
Tercatat bahwa 47 karya Aristoteles masih tetap bertahan. Daftar kuno mencatat tidak kurang dari seratus tujuh puluh buku berhasil diciptakannya. Bahkan bukan sekedar banyaknya jumlah judul buku saja yang mengagumkan, melainkan luas daya jangkauan peradaban yang menjadi bahan renungannya juga tak kurang hebatnya. Aristoteles menulis tentang astronomi, zoologi, embryologi, geografi, geologi, fisika, anatomi, psikologi, dan hampir tiap karyanya dikenal di masa Yunani purba.
Mungkin sekali yang paling penting dari sekian banyak hasil karyanya adalah penyelidikannya tentang teori logika, dan Aristoteles dipandang selaku pendiri cabang filsafat yang penting ini. Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive thinking).
Berlawanan dengan Plato yang menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal benda, Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis). Pemikiran lainnya adalah tentang gerak dimana dikatakan semua benda bergerak menuju satu tujuan, sebuah pendapat yang dikatakan bercorak teleologis. Karena benda tidak dapat bergerak dengan sendirinya maka harus ada penggerak dimana penggerak itu harus mempunyai penggerak lainnya hingga tiba pada penggerak pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut dengan theos, yaitu yang dalam pengertian bahasa Yunani sekarang dianggap memiliki arti Tuhan.
Di bidang politik, Aristoteles sudah mulai membedakan sejara jelas ajaran Plato tentang negara dan etika individual karena dalam dialog Politeia misalnya, hal ini membicarakan kesua-duanya.Dalam suatu karyanya sendiri yang bernama Politica, ia menghidangkan pikirannya tentang negara atau politik. Namun demikian, pada Aristoteles juga ada hubungan erat antara politik dan etika, sehingga pada akhir uraiannya dalam Ethica Nicomachea sudah menunjuk kepada karyanya mengenai politik.

0 comments: