Rabu, 15 Desember 2010

I and Thou, Martin Buber

Pemikiran Martin Buber bercerita mengenai relasi manusia-manusia, manusia-alam, manusia-soul (Tuhan, dsb) yang merupakan sumber kebahagiaan. Saya menyebut kebahagiaan, bukan eksistensi, hanya karena kata eksistensi keliahatannya agak menjijikan bagi saya, dan rumit bagi orang non-filsafat. Ini buku bagus yang bisa dijadikan dasar untuk orang yang ingin berpikir luas dan mencari kebahagiaan yang sesungguhnya.
Dan lagi2, demi memakai tugas eksis yang tak terpakai kembali dan demi memenuh2kan blog saya. Jadi saya masukan saja.


I AND THOU

Dalam bukunya, Martin Buber mengambil contoh tree sebagai sesuatu yang hidup dan mudah untuk direlasikan. Tree yang dimaksud ini sendiri memiliki kualitas yang baik sebagai pohon, yang berarti baik I maupun Tree tersebut dapat sama-sama bersedia menjalin relasi untuk mengeksiskan diri. Dalam Tree sebagai Thou, batasan-batasan yang menjadi penghalang diantara mereka sudah tidak ada lagi, relasi diantara mereka adalah eksistensi mereka, dimana I dan tree merupakan kesatuan jika dilihat dari eksistensi mereka tersebut. Tanpa adanya relasi tersebut tree itu hanya akan menjadi it, yang dimana ia tidak berarti bagi eksistensi sang subjek, hal tersebut dapat menjadi sebuah kerugian bagi subjek itu sendiri, karena dengan banyak membuat it sebagai thou, ia akan membuat dirinya sendiri lebih eksis, yang juga berarti lebih bahagia. Tree merupakan contoh penghubung yang bagus untuk menggambarkan thou, ia adalah makhluk hidup yang efek timbal baliknya paling tidak secara langsung dibanding makhluk hidup lainnya, ia mudah dinikmati karena tubuhnya besar dan kokoh, tak acuh jika disiksa, dan tak pernah menyiksa apapun dengan sengaja, intinya, mudah serta menyenangkan untuk membangun relasi dengan mereka.
Dalam relasi it sebagai thou ini tidak seharusnya ada bagian dalam thou yang dibenci oleh subjek. Baik kenangan (yang masih dikenang) mengenai thou tersebut, bagian tubuhnya, pengetahuan tentangnya, dsb. Mungkin jika diumpamakan secara ekstrem, bila ada seorang manusia yang sangat kita cintai tapi ia memiliki tumor yang dapat menghancurkan hidupnya, maka tumor tersebut bukan merupakan kesatuan dari thou atau dirinya. Yang dimaksud disini bukan menyatakan thou sebagai bagian, melainkan ada beberapa bagian-bagian yang tidak bisa dianggap kesatuan dari thou tersebut. Kita tidak bisa membangun relasi it sebagai thou jika kita masih membenci sesuatu yang merupakan kesatuannya, misalnya membenci mata sipitnya, atau sifat PDnya. Membangun relasi I-thou dengan manusia jauh lebih sulit dan beresiko dibanding menjalin relasi tersebut dengan pohon. Hanya saja karena memang lebih sulit, hasilnya juga akan lebih memuaskan, hal ini terjadi karena manusia memiliki timbal balik yang lebih nyata, lebih baik, dan lebih membahagiakan dibanding pohon.
Relasi I-thou dengan alam bukan merupakan hasil imajinasi atau hasil dari perasaan kita saat itu. Bukan karena kita sedang bahagia lalu kita dapat menikmati bagian dari alam tersebut, atau juga bukan karena kita membayangkan mereka bicara atau bermain dengan kita. Relasi tersebut bagai sebuah hubungan materi serta rohani yang pada intinya dapat memberi ketenangan jiwa. Bayangkan betapa melegakannya jika di dalam hati kita bertumpuk segala macam emosi buruk lalu kita menghilangkannya karena ada orang yang sangat kita sayangi, bukan dengan marah kepada mereka melainkan dengan membuka diri kita apa adanya di hadapan mereka. Yang ditekankan disini bukan membuka diri dengan ‘curhat’ secara lisan, melainkan secara sadar. Kita tidak bisa membangun relasi I-thou dengan makhluk-makhluk mati karena mereka tidak sadar akan adanya kita. Dengan demikian, semakin besar kesadaran yang dapat menenangkan jiwa bagi I maupun thou atau mungkin masih setingkat dengan It yang memiliki potensi untuk menjadi thou, semakin besar adanya relasi itu.
Tree yang dimaksud bukan jiwa yang ada di dalam pohon itu ataupun makhluk-makhluk gaib yang ada di dalam / merupakan pohon itu, tetapi ia adalah tree itu sendiri. Martin Buber menggambarkan tree tersebut dengan bagian-bagian serta lingkungan yang dapat mendukungnya menjadi thou bagi I itu sendiri. Bagaimanapun kondisi serta situasinya ia tetap akan menyukai tree tersebut selama ia masih merupakan suatu kesatuan dan ia masih tree yang mirip dengan yang ia pikirkan sekarang. Dalam ranah waktu, hubungan I dengan thou ini hanya berlaku untuk sekarang, karena thou bukan merupakan ingatan yang berarti masa lalu dan ia juga bukan merupakan impian yang berarti masa depan, ia adalah suatu relasi yang baik. Jadi relasi antara I dengan thou merupakan suatu kesuksesan kehidupan bagi I dengan thou itu sendiri. Bukan berarti dengan satu relasi tersebut kita berarti telah sukses dalam hidup, akan tetapi hal ini menggambarkan bahwa kehidupan adalah suatu relasi, baik relasi kita dengan alam, manusia, maupun hal-hal spiritual.
Relasi I dan thou dapat diperoleh dengan saling mempercayai dan memberkati satu sama lain. Ada suatu tingkatan spesial pada kedua hal tersebut dimana ia merubah it menjadi thou. Perubahan tersebut ditandai dengan adanya keindahan dari thou tersebut, sebuah keindahan yang hanya bisa dilihat oleh I yang membangun relasi dengannya. Seperti contoh pada tree tadi, subjek biasa hanya akan memandang pohon tersebut sebagai benda biasa saja, tidak ada kesan yang menyentuh hati darinya, sedangkan subjek yang telah membangun relasi dengannya akan memandang tree tersebut dengan sudut pandang estetis tinggi yang rasanya harus sangat ia jaga dan ia hargai. Hal tersebut tidak berlaku hanya pada penampilan luarnya saja, melainkan bagaimana ia berkolaborasi dengan alam atau lingkungannya, kepribadiannya (untuk manusia atau hewan), dan segala hal yang tetap memberikan keutuhan pada dirinya.
Jadi, tree yang digambarkan sebagai thou ini adalah sesuatu yang spesial bagi subjek yang membangun relasi dengannya. Tree tersebut memiliki nilai estetis yang tinggi baginya dan ia menjadi bagian dari diri subjek tersebut. Tree sebagai thou disini ialah sepenuhnya tree itu sendiri, tidak ada suatu bagian dari dirinya yang menyakitkan atau dihindari subjek tersebut untuk membangun relasi dengannya. Kebahagiaannya (subjek) adalah kebahagiaan thou itu juga, kesedihannya adalah kesedihan thou itu juga, dan begitu pula dengan sebaliknya selama mereka masih menjalin relasi I-thou tersebut, maksud ‘masih’ disini berarti saat ini juga, bukan masa depan ataupun masa lalu. Sehingga, relasi I-thou yang digambarkan pada seorang manusia dan sebatang pohon tersebut adalah bentuk pengeksisan diri dimana hal tersebut merupakan tujuan utama manusia pada umumnya, yaitu kebahagiaan.

0 comments: