Kumasukan karena kurang kerjaan, memanfaatkan lebih dari tugas eksis yang tak akan terpakai lagi, dan karena pemikirannya bagus, tapi kukira aku tidak menuliskannya dengan bagus, jadi lebih baik anda baca bukunya sendiri, dan saya punya bukunya. (tadi aku, sekarang saya)
Catatan dari Bawah Tanah
Sisi Eksistensialisme The Underground Man:
“Kesadaran yang mana pun juga, sebetulnya suatu penyakit”, sebuah pernyataan yang membandingkan suatu penyakit itu sendiri dengan sebuah kesadaran. Penyakit, pada dasarnya memberikan kesadaran lebih baik karena rasa sakit itu sendiri daripada ketika manusia tidak sedang menderita sakit apapun. The Underground Man juga menyatakan dirinya ingin menjadi serangga, entah agar ia dapat menerima lebih banyak rasa sakit karena serangga pada dasarnya memang sering disakiti, atau karena ia menyatakan bahwa hewan memiliki kesadaran yang amat rendah sehingga rasa sakit itupun tidak berpengaruh besar pada kesadaran mereka. Makin tinggi kesadaran seseorang maka ia akan makin sanggup untuk merasakan yang “baik dan indah”. Rasa atau pengetahuan ini dapat menimbulkan perasaan mampu melakukan perbuatan buruk yang merupakan kontra dari pengetahuan baik dan indah tersebut, tetapi dalam waktu yang bersamaan juga timbul perasaan bahwa perbuatan buruk tersebut tidak boleh terjadi. Sehingga makin sadar diri seseorang, ia juga akan makin menderita karena rasa sakit yang ditimbulkan ooleh pengetahuan akan yang baik dan indah tersebut. Di dalam yang baik dan indah itu juga terdapat suatu pengetahuan bahwa segala hal yang terjadi bukanlah sesuatu yang kebetulan, sehingga rasa untuk melawan penyakit/cacat itu hilang sama sekali. The Underground Man juga menyatakan bahwa di dalam penderitaannya atas rasa sakit itu ia juga menikmati semacam kenikmatan aneh dan penuh rahasia. Ia menggambarkan suatu perbuatan buruk yang senang dilakukannya padahal ia tahu itu buruk dan menjijikan bagi dirinya sendiri, dan hal tersebut tidak bisa ia halangi keterjadiannya karena ia telah mencapai titik maksimal dari usahanya bagi dirinya sendiri untuk mencegahnya. Hal ini menggambarkan sebuah ketetapan hukum alam yang tidak bisa dicegah olehnya, dan akhirnya ia nikmati penderitaan itu karena ia tahu tidak ada jalan keluar dari kesadaran kejatuhan dirinya sendiri yang sangat dalam itu. dapat disimpulkan bahwa menurutnya kita dapat memperoleh kenikmatan dari keputusasaan yang terkandung kenikmatan-kenikmatan yang paling dalam, terutama kalau kita sadar sekali bahwa keadaan kita tidak bisa tertolong lagi. Setiap penderitaan, jelasnya lagi, akan menimbulkan rasa dendam, ia menggambarkan bahwa setiap dendam itu sebenarnya tertuju pada dendam terhadap hukum alam. Baik orang yang memberi penderitaan maupun yang mendendam, itu semua merupakan hukum alam yang memang harus terjadi.
“Erangan ini (sakit gigi) mengutarakan kesadaran bahwa Anda tak punya musuh yang harus Anda hukum”. Dalam contoh mengenai sakit gigi ini, ia menggambarakan bahwa sebagaimanapun kita kesalnya, menginginkan gigi ini berhenti untuk sakit baik dari keinginan dari diri sendiri maupun dari orang lain, gigi tersebut akan tetap menyakiti kita sebagai suatu ketetapan dari hukum alam yang harus terjadi. Dalam erangan-erangan tak berguna yang tetap akan kita lakukan itu, akan membawa kita pada pengakuan dan kerendahan yang di dalamnya terkandung nikmat paling lezat. Hal ini merupakan sebuah bentuk interaksi pada orang lain dimana kita meminta-minta banyak perhatian ataupun pertolongan orang lain tanpa kita merasa malu dengannya karena telah ditutupi oleh rasa sakit tersebut. Dengan kata lain, ia puas telah dapat memberi tahu setiap orang segala hal yang ia rasakan, walaupun segala hal tersebut adalah rasa sakit yang menyentak-nyentak.
“Akal tidak lebih dari akal dan hanya dapat memenuhi kebutuhan aspek rasional sifat manusia, sedangkan kemauan adalah penjelmaan seluruh kehidupan.” Ia memberi contoh pada kehidupan yang bisa diketahui sebab akibatnya bagaikan operasi matematika. Pada akhirnya hal ini dapat menimbulkan hilangnya kebebasan manusia karena ia telah mengetahui segala resiko, segala akibat (dengan rinci) yang akan ia tanggung setiap melakukan suatu perbuatan. Menurutnya juga, jika ada aturan seperti itu manusia malah akan mencoba akibat sebaliknya dari sebab yang ia lakukan untuk membuktikan bahwa dirinya masih memiliki kebebasan. Dengan kata lain hal ini tidak mungkin, karena menurutnya pilihan bebas adalah keuntungan yang paling menguntungkan bagi setiap manusia, yang tidak dapat dimasukkan ke dalam golongan manapun seperti golongan-golongan lain yang bersifat matematis. Dengan kata lain, akal tidak dapat menguraikan semua aspek yang terjadi pada manusia dari segala akibat dari segala sebab yang dilakukannya tersebut. Akal hanya mengetahui apa yang berhasil dipelajarinya (ada hal-hal tertentu yang tak bisa dipelajari, yang berarti The Underground Man ini juga mempercayai hal-hal mistis yang memang tak bisa dijangkau manusia), sedangkan fitrah manusia bertindak secara keseluruhan, dengan segala hal yang terkandung di dalamnya, sadar atau tidak sadar, peduli atau tidak peduli, hal-hal tersebut akan tetap ada. Akan tetapi tentu, untuk hal-hal mudah dan umum seperti manusia yang terpelajar akan menjadi manusia yang sukses di masa depan dibanding yang tidak masih bisa dibuktikan secara matematik.
“Karena sifatnya yang tidak kenal terima kasih, rasa kesal, manusia masih akan mengakali kita.” Sebuah pernyataan mengenai penggambaran kebutuhan manusia yang paling utama yang disampaikan dengan baik sekali oleh The Underground Man atau dari pemikiran Fyodor Dostoyefsky. Ia memberi contoh bahwa sebagaimanapun manusia terlengkapi kebutuhannya, seperti memiliki kesejahteraan ekonomi, tenggelam dalam laut kebahagiaan, sebegitu rupa hingga ia tak perlu mengerjakan apa-apa kecuali tidur, makan kue, dan menyibukkan diri dengan melanjutkan keturunannya, tapi biarpun begitu manusia tetap tidak akan bahagia hingga ia mendapatkan kebebasannya. “Ia bahkan bersedia mengorbankan kuenya dan dengan sengaja menginginkan sampah yang paling tidak ekonomis, hanya untuk memasukkan unsur fantastisnya yang fatal ke dalam rasa baik yang positif ini.” Hal ini membuktikan bahwa manusia adalah makhluk yang sebenarnya tidak tahan dikuasai, bahkan walaupun ia tetap patuh dalam kekuasaan atas sesuatu tersebut, maka ia akan menjalankannya dengan terpaksa atau ia menjalankannya karena itu adalah pilihan dari kebebasannya sendiri. Darisini kita dapat melihat bahwa manusia akan mematahkan kebahagiaannya demi membuktikan kebenarannya. Ia akan melakukan hal-hal yang konyol dengan sengaja, bahkan kejahatan-kejahatan yang semata karena sifatnya yang tidak mengenal terima kasih, dan lagi hanya untuk membuktikan kebenarannya.
“Aku sependapat bahwa manusia ialah pertama-tama hewan kreatif, yang diciptakan untuk berusaha secara sadar mencapai sesuatu obyek dan melibatkan diri dengan pertukangan—artinya, tak putus-putusnya, dari dulu sampai nanti membuat jalan-jalan baru, kemana pun jalan-jalan ini mengarah.” Dalam pemikirannya yang satu ini, The Underground Man berpendapat bahwa manusia lebih mementingkan usahanya dibanding dengan hasilnya. Manusia boleh saja ambisius untuk mencapai hasilnya, akan tetapi pada akhirnya manusia sadar bahwa ia tidak begitu menginginkan hasilnya dan ingin terus dalam proses usaha itu sendiri. Dalam penjelasan ini, The Underground Man mencoba menjelaskan mengapa manusia menyukai perusakan dan kekacauan. Karena menurutnya “secara naluri ia takut mencapai sasarannya dan menyelesaikan bangunan yang sedang ia kerjakan”, karena siapa tahu dari jauh seseorang begitu mendambakan tujuannya dan ternyata setelah dilihat dan dirasakan dari dekat, dia tidak begitu menyukainya. Sama seperti pernyataannya berikut: ”manusia takut pada kepastian matematik, kita akui bahwa yang tak putus-putusnya dicari manusia ialah kepastian matematis,.., tapi aku yakin ia takut akan berhasil. Ia merasa bahwa jika ia sampai memperolehnya maka tidak tidak akan ada lagi yang tersisa baginya untuk dicari.” Inti dari pemikiran eksistensi bagian ini adalah manusia menjadi eksis pada proses pengusahaannya, dan ia sebetulnya tidak senang kalau yang ia usahakan itu berhasil, tentu saja ketidaksenangan tersebut dirasakan setelah manusia mengerti esensi dari tujuannya tersebut, sehingga “Penderitaan ialah sumber kesadaran satu-satunya.”
“Engkau membanggakan kesadaran, tetapi kau tidak pasti tentang pendapatmu karena biarpun otakmu bekerja, hatimu gelap dan busuk, sedangkan kesadaran yang penuh dan murni tidak bisa dimiliki tanpa hati yang bersih.” Tentu saja, dalam pertanyataan ini The Underground Man memposisikan kesadaran sebagai sesuatu yang membahagiakan, sehingga dalam pernyataan sebelumnya yang dimaksud dengan penderitaan tersebut tidak bertentangan dengan kebahagiaan. Inti pemikirannya adalah penderitaan bisa dijadikan kenikmatan atau kelezatan aneh yang tidak bisa dicampur-baurkan dengan kejahatan karena orang yang jahat, dusta, dsb, tidak akan pernah bisa menikmati esensi dari penderitaan, lalu juga penderitaan merupakan bahan pembentuk kebahagiaan, walaupun ia sama sekali tidak menyebutkan sepatah katapun tentang kebahagiaan, tapi itulah inti pemikirannya dari penalaran saya pribadi. Dan lagi, The Underground Man memiliki kecenderungan untuk tidak terikat pada apapun, bukan karena ia tak ingin terikat, tapi karena ia tahu apa yang jadi resikonya, jadi memang seperti yang ia katakan, ia pintar, ia tahu ia pintar, dan itu tidak begitu menguntungkannya.
0 comments:
Posting Komentar